Kemajuan teknologi komunikasi telah banyak
memberikan manfaatnya bagi kehidupan manusia. Handphone (selanjutnya
baca HP) mampu memperpendek jarak yang jauh, sehingga dapat saling
berkomunikasi pada saat bersamaan. Ia banyak membantu komunikasi antar
invividu dan bahkan antar kelompok dengan berbagai fasilitas layanan
yang disediakan jasa telekomunikasi. Bahkan dalam gejolak industri musik
nada sambung pribadi yang ditawarkan kepada konsumen telah membuka
lahan indsurti baru di bidang dunia musik Independent Music Portal
(Portal Musik Independen) yang bisa dibeli lewat pengiriman SMS (Short
Message Services). Munculnya portal musik digital yang memberikan
keuntungan besar bagi para pencipta lagu dan perusahan musik. Konon,
berkat teknologi digital ini perusahaan Musica sampai diuntungkan 9
milyar untuk satu lagu yang dinyanyikan Peterpan.
Penggunaan HP dalam dunia pendidikan merupakan sebuah pertanyaan yang
menggerogoti pikiran kita sepertinya handphone hanya berguna untuk
menyampaikan Short Message Service (SMS), mendengarkan musik, menonton
tayangan audiovisual, dan game. Tak ada manfaat yang berarti sehingga
harus dilarang untuk dibawa dan dipergunakan siswa di lingkungan
sekolah.
Lalu apakah dengan demikian Handphone harus dilarang dibawa siswa ke
sekolah, sementara guru berhandphoneria bahkan di saat proses
pembelajaran berlangsung? Tidak adakah jalan lain untuk menjadikan
produk teknologi HP sebagai bagian dari pembelajaran di sekolah kita?
Persoalan semacam ini menjadi wacana yang cukup menarik untuk
didiskusikan, ketika di Radar Madura ( 23 november 2006) diberitakan SMA
1 Sampang melarang siswanya membawa handphone ke sekolah, namun tak
digubris sehingga melakukan sweeping terhadap siswa di sekolahnya.
Alat komunikasi Hp pada saat ini sudah bukan merupakan barang mewah, dan
hampir sebagaian besar siswa SMA memilikinya. Keberadaan alat tersebut
dapat dirasakan manfaatnya untuk menjalin komunikasi antar teman bahkan
antar siswa dengan guru atau sebaliknya. Di lingkungan masyarakat benda
tersebut merupakan bukan barang eksklusif , sesuatu yang biasa. Ketika
ada larangan untuk membawa Hp ke sekolah di SMA , menjadi sesuatu yang
ganjil, karena usia siswa SMA, merupakan masa kritis yang mampu membawa
anak kepada sikap kritis terhadap dirinya dan lingkungannya (juga
terhadap produk teknologi), dan masyarakat sudah bisa menerima
kehadiran teknologi tersebut. Bahkan di sekolah (SMP Al-Hikmah -
Surabaya) salah seorang siswanya menjadikan produk teknologi Hp sebagai
subyek penelitian, dimodifikasi menjadi remote untuk mematikan jaringan
listrik di rumah. Kreatifitas yang mampu memenangkan sebuah kompetisi
ilmiah antar pelajar. Jika demikian sebenarnya Hp merupakan benda di
sekitar kita yang bisa dimanipulasi untuk memenuhi berbagai kebutuhan
untuk mensejahterakan umat manusia. Jika dunia persekolahan melarang
siswa membawa Hp ke sekolah, sepertinya menjadi suatu yang eksklusif,
lebih banyak hal merugikan daripada hal yang menguntungkan.
Larangan seperti ini patut dipertanyakan, karena pada mula Hp diciptakan
untuk membantu memperlancar komunikasi antar kita . Tujuan yang bisa
menyusutkan jarak dan bahkan dengan teknologi visual, komunikan bisa
saling bersitatap pandangan wajah meski berada di benua yang berbeda.
Apakah kita akan selalu surut terhadap sesuatu produk karena ada dampak
negatif mengiringinya. Tentu tidak! Kita bisa menelusuri penyebab
terjadinya dampak dan terus mengembangkan dampak positif dari produk
teknologi komunikasi. Bahkan di tengah gencarnya berbagai produk
teknologi pada saat ini dunia persekolahan harus menyadari untuk kian
mengakrabinya dan menjadikannya sebagai sumber inspirasi pembelajaran di
sekolah sehingga memberikan energi kreatif yang mampu meningkatkan
motivasi belajar siswa.
Larangan akan menumbuhkan perlawanan. Beberapa hal yang kurang atau
bahkan tidak diperhatikan dalam etika penggunaan Hp merupakan hal yang
paling krusial untuk dijadikan titik fokus penggunaan Hp di sekolah.
Pemahaman etika pemanfaatan teknologi HP sehingga mampu memberikan
pembelajaran terhadap kegunaan produk teknologi yang diciptakan untuk
mensejahterakan manusia.
Kecelakaan paling besar dalam dunia pendikan kita tak dapat saya hapus
begitu saja dari ingatan. Adanya kasus SMS guru kepada siswanya yang
tengah mengikuti ujian nasional tahun 2006 lalu. Kecerobohan guru dalam
memanfaatkan teknologi untuk membantu siswa secara tidak benar. Bahkan
dalam peristiwa tersebut guru sempat memukuli siswa hingga babak belur
karena sms siswa bersangkutan yang berisi hujatan karena tak kebagian
kunci jawaban nyasar pada nomor Hp guru yang bertindak sebagai
distributor kunci jawaban unas. Mengenaskan! Tidak adakah cara yang arif
dan kreatifitas guru untuk memanipulasi Hp sebagai media pembelajaran
di dalam kelas, untuk membuat pembelajaran yang menarik perhatian dan
motivasi belajar siswa?
Lahirnya produk teknologi baru, dapat menjadi sumber inspirasi baru bagi
sekolah untuk mengenal dan mensosialisasikannya terhadap siswa di
sekolah. Mengenalkan produk teknologi, etika penggunaan dan manfaatnya
bagi manusia. Celakanya kehadiran Hp yang memberondong ke tengah-tengah
kehidupan masyarakat membuat sekolah kelimpungan, karena pada saat yang
sama dampak negatif menggandoli dan menyebarkan pengaruhnya bagi
kehidupan siswa. Juga kehadiran teknologi informasi dan komunikasi lewat
internet merupakan suatu kebutuhan yang tak terelakkan untuk menggali
sumber informasi dalam dunia persekolahan kita. Di dalamnya sekolah bisa
membangun jaringan dengan sekolah lain. Siswa bisa mengakses informasi
sains yang dibutuhkan untuk menambha wawasan keilmuannya. Disamping juga
hadirnya beberapa situs pornografi yang tidak layak dikonsumsi
anak-anak kita. Namun kita tidak boleh menghindar dari kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi (internet) karena adanya situs porno,
tetapi kearifan guru atau orangtua dibutuhkan untuk memberikan arahan
dan bimbingan sehingga ketika anak berhadapan dengan internet tidak
terpikir untuk membuka situs porno.
Saya tidak habis berpikir dengan dunia persekolahan kita yang terkadang
menjauh dari realitas masyarakat. Di satu sisi berambisi untuk menguasai
kemajuan teknologi tapi di sisi lain justru menghambat interaksi siswa
dengan produk teknologi. Kehadiran Hp merupakan bagian yang tak
terelakkan dalam kehidupan siswa, sehingga perlu disikapi secara arif,
supaya tidak menimbulkan kesan bahwa sekolah anti dan tidak mampu
mengdaptasi kemajuan teknologi. Pengenalan etika berkomunikasi dengan
mempergunakan Hp, merupakan hal yang vital untuk dilakukan. Kapan Hp
harus Off, dan kapan harus On. Dalam ruang kelas, rapat resmi, atau
ketika berada dalam pesawat terbang? Etika semacam ini banyak tidak
dikenal siswa, bahkan kadang tanpa rasa bersalah guru menerima telepon
atau SMS ketika tengah mengajar di dalam kelas. Jika seperti ini,
bagaimana kita bisa memperkenalkan kegunaan teknologi yang benar
terhadap siswa, tanpa memberikan contoh dari diri sang guru (diri kita
sendiri). Kita kehilangan teladan, tapi bukan larangan, sekolah butuh
kebijakan bukan ancaman.
Silakan siswa membawa Handphone ke sekolah, dan sekali waktu sekolah
melakukan sweeping terhadap isinya dan memberikan bimbingan, arahan,
dan kalo perlu bersama-sama dengan, orangtua siswa untuk membimbingnya
jika siswa melakukan (pelanggaran) kesalahan.